Pada akhir tahun 2018 telah terbit ketentuan tentang perhitungan PPh Pasal 25 yaitu ketentuan PMK Nomor 215/PMK.03/2018 Tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Dalam Pasal 4 ayat 1 ketentuan ini menyebutkan :
Dasar untuk penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi:
adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.
Di akhir 2019 tepatnya bulan september, DJP mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 25/PJ/2019 Tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2018 Tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Dalam SE 25 ini, telah menjelaskan hal-hal yang selama ini menjadi pertanyaan dari wajib pajak, dan telah menyajikan contoh perhitungan yang lebih rinci, tetapi poin-poin yang terdapat dalam SE 25 masih menimbulkan pertanyaan bagi wajib pajak mengenai dasar perhitungan yang menggunakan laba komersial bukan laba fiskal. Dengan perhitungan laba komersial ini menyebabkan angsuran PPh Pasal 25 malah lebih kecil karena kebanyakan perhitungan PPh terutang wajib pajak terdapat koreksi positif, sehingga menyebabkan PPh Pasal 29 lebih besar.
Poin lain di SE 25 yang menyebabkan angsuran PPh Pasal 25 lebih kecil adalah bahwa PPh Pasal 25 yang sudah dibayar di Masa Januari sampai dengan Maret (Q1 ) dapat dijadikan pengurang untuk menghitung angsuran masa April sampai dengan Juni (Q2).
Poin-poin tersebut menyebabkan bergesernya nilai angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya dibayar tiap masa ke PPh Pasal 29 yang dibayar ditahun berikutnya, hal ini tidak sesuai dengan tujuan perhitungan PPh Pasal 25 yang menggunakan laporan berkala yang tujuannya adalah untuk mendekati laba sesungguhnya di tahun berjalan.
Selamat datang di THINKTAX.ID, personal blog ini menampilkan ketentuan perpajakan dan bea cukai, temukan ketentuan yang kamu cari semoga bermanfaat.
Salam
Budi Irwanto