ASPEK PPN
Berdasarkan beberapa surat penegasan reimbursement dalam aspek PPN harus memenuhi 4 kriteria kumulatif sebagai berikut :
- Terdapat perjanjian yang mengatur tentang reimbursement;
- Bukti tagihan atas nama penanggung beban yang sesungguhnya;
- Bukti tagihan diserahkan kepada penanggung beban sesungguhnya; dan
- Tidak ada mark up/down nilai atau harga.
Dalam Penjelasan ini :
- Pihak Pertama adalah penerima Jasa sesungguhnya
- Pihak Kedua adalah pihak yang menalangi pembayaran
- Pihak Ketiga adalah pihak Vendor
Dapat di jelaskan bahwa Apabila pihak ketiga membuat tagihan langsung atas nama pihak pertama , dan pihak kedua hanya sebagai penyalur/perantara/pihak yang menalangi pembayaran, maka seluruh biaya reimbursement dalam tagihan tersebut bukan termasuk apa yang dimaksud dalam pengertian Penggantian di Undang-Undang di atas sehingga tidak dikenakan PPN.
Namun jika pihak ketiga memberikan tagihan atas nama pihak kedua , lalu pihak kedua diharuskan membuat tagihan baru untuk pihak pertama, sehingga seluruh biaya di tagihan masuk dalam biaya yang diminta atau seharusnya diminta, ketentuan ini masuk dalam pengertian Penggantian UU PPN No. 42 Tahun 2009, maka biaya-biaya yang ada dalam tagihan masuk ke dalam dasar pengenaan pajak PPN.
Dengan demikian perlakuan PPN atas reimbursement ditentukan oleh tagihan pembayaran/invoice, apakah tagihan yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut ditujukan oleh langsung kepada pihak pertama atau pihak kedua.
ASPEK PPH
Ketentuan tentang reimbursement dari aspek PPh sampai saat ini tidak diatur secara khusus dan tidak terdapat surat penegasan dari DJP tentang reimbursement khususnya mengenai perlakukan penerbitan faktur tagihan dari pihak ketiga. Tidak diaturnya secara khusus reimbursement secara PPh ini, lebih di karenakan bahwa secara PPh reimbursement ini seharusnya mengikuti prinsip-prinsip kelaziman Akuntansi yang berlaku di Indonesia. Sesuai kelaziman usaha bahwa faktur tagihan yang dicatat oleh pihak pertama adalah faktur tagihan yang benar-benar dari pihak pemberi jasa, tetapi dalam prakteknya terkadang muncul pihak kedua sebagai pihak yang menalangi pembayaran. Kemungkinan yang ada atas penerbitan faktur tagihan adalah :
- Apabila faktur tagihan diterbitkan oleh pihak ketiga langsung ke pihak pertama, dan pihak kedua merimbursement ke pihak pertama maka pihak kedua tidak boleh mencatat sebagai penghasilan dan tidak boleh membebankan pembayaran ke pihak ketiga sebagai biaya.
- Apabila faktur tagihan diterbitkan oleh pihak ketiga atas nama pihak kedua maka pada saat reimbursement ke pihak pertama apabila pembayaran ke pihak kedua tersebut kategori pemotongan PPh pasal 23 maka pihak pertama wajib memotong kembali PPh Pasal 23. Dan secara pencatatan pihak kedua akan mengakui sebagai pendapatan dan sebagai biaya.
Apabila para pihak adalah PKP dan harus terutang PPN maka sebenarnya aturan penegasan yang ada dalam reimbursement secara aspek PPN telah sejalan dengan aspek PPh nya.
- Apabila faktur tagihan diterbitkan oleh pihak ketiga langsung ke pihak pertama, maka pihak ketiga mencatat PK dan pihak pertama mencatat PM.
- Apabila faktur tagihan diterbitkan oleh pihak ketiga ke pihak kedua maka, pihak ketiga akan mencatat PK, pihak kedua mencatat PM dari pihak ke tiga, dan mencatat PK ke Pihak pertama, dan pihak pertama mencatat PM dari pihak kedua. (pihak kedua PPN nya akan NIhil)
KETENTUAN TERKAIT PPN
- S-2299/PJ.53/1992 (Masalah PPN)
- S-917/PJ.53/2003 (PPN atas Jasa Freight Forwarding)
- S-490/PJ.322/2004 (Permohonan Penjelasan PPN atas Tagihan Kembali Biaya Askes)
- S-812/PJ.53/2005 (Perlakuan PPN Atas Penagihan (Reimbursement) Biaya Pemakaian Listrik)
- S-1047/PJ.322/2004 (Penjelasan Pengertian Pengantian dan Reimbursement)